
Banyaknya PSK di Sekitar IKN. Ibu Kota Nusantara (IKN), yang sedang dikembangkan sebagai pusat pemerintahan baru Indonesia di Kalimantan Timur, menghadapi tantangan sosial yang tidak terduga. Meskipun pembangunan IKN bertujuan menciptakan kota modern yang menjadi simbol kemajuan bangsa, keberadaan pekerja seks komersial (PSK) di sekitar wilayah ini telah menjadi sorotan. Sepanjang tahun 2025, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Penajam Paser Utara melaporkan telah menertibkan puluhan perempuan yang diduga sebagai PSK, terutama di Kecamatan Sepaku. Fenomena ini memicu kekhawatiran tentang dampak sosial dan moral di kawasan yang diharapkan menjadi wajah baru Indonesia. Artikel ini akan mengulas fakta-fakta terkait maraknya prostitusi di sekitar IKN, faktor penyebab, dan upaya penanganan yang dilakukan. BERITA BOLA
Fakta Maraknya Prostitusi
Satpol PP Kabupaten Penajam Paser Utara telah menertibkan 64 perempuan yang diduga sebagai PSK di sekitar IKN sepanjang tahun 2025, dengan fokus di Kecamatan Sepaku, yang berjarak sekitar tiga kilometer dari kawasan inti IKN. Para pekerja seks ini berasal dari berbagai daerah, termasuk Samarinda, Balikpapan, Bandung, Makassar, hingga Yogyakarta. Banyak di antara mereka beroperasi secara daring melalui aplikasi seperti MiChat, menyewa kamar penginapan dengan tarif sekitar Rp300 ribu per malam dan menawarkan jasa dengan harga antara Rp400 ribu hingga Rp700 ribu per sekali kencan.
Praktik prostitusi ini terdeteksi di wilayah seperti Pasar Sukaraja, Bumi Harapan, dan Desa Suka Raja, yang merupakan kawasan penyangga IKN. Menurut laporan, pelanggan utama adalah pekerja konstruksi yang jumlahnya mencapai puluhan ribu, banyak di antaranya tinggal jauh dari keluarga, sehingga mencari “hiburan” untuk memenuhi kebutuhan biologis.
Faktor Penyebab
Maraknya prostitusi di sekitar IKN tidak lepas dari lonjakan pembangunan infrastruktur yang dimulai sejak 2023. Pembangunan besar-besaran ini menarik banyak pekerja dari luar daerah, menciptakan permintaan akan hiburan malam. Aktivis lingkungan Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, menyebut fenomena ini sering terjadi di kawasan industri ekstraktif, di mana pekerja yang jauh dari keluarga menjadi pasar potensial bagi bisnis prostitusi.
Selain itu, kurangnya fasilitas publik yang memadai, seperti tempat hiburan yang legal atau program sosial untuk pekerja, turut memperparah situasi. Banyak PSK yang datang dari luar daerah melihat peluang ekonomi di IKN karena pelanggan cenderung tidak menawar harga dan permintaan yang tinggi. Seorang pekerja seks berusia 25 tahun mengaku tertarik ke IKN karena informasi dari teman tentang banyaknya pelanggan yang “murah hati.”
Respons Pemerintah dan Masyarakat: Banyaknya PSK di Sekitar IKN
Pemerintah setempat, melalui Satpol PP, telah melakukan operasi penertiban secara intensif. Dalam tiga operasi terakhir di Kecamatan Sepaku, mereka menjaring 64 perempuan, yang kemudian diminta meninggalkan wilayah dalam waktu 2-3 hari setelah pembinaan. Namun, pendekatan ini dianggap hanya solusi jangka pendek, karena praktik prostitusi terus berlangsung, terutama secara sembunyi-sembunyi melalui platform daring.
Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, menegaskan bahwa kawasan inti IKN bebas dari prostitusi, dan aktivitas tersebut terjadi di wilayah penyangga seperti Sepaku. Ia mengklaim bahwa delapan “warung remang-remang” telah dibongkar pada Ramadan 2025, dan patroli gabungan dengan polisi serta Satpol PP terus dilakukan. Namun, Basuki tidak dapat memastikan bahwa semua pekerja konstruksi bebas dari keterlibatan.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menyatakan keterkejutannya atas laporan ini dan menyebutnya sebagai masalah serius yang perlu segera diperiksa. Sementara itu, tokoh adat setempat, seperti Ketua Adat Suku Balik, Sibukdin, meminta pemerintah menangani isu ini secara bijaksana agar tidak mencoreng citra IKN. Ia khawatir kawasan ini menjadi seperti Kalijodo sebelum revitalisasi.
Tantangan dan Solusi: Banyaknya PSK di Sekitar IKN
Penanganan prostitusi di sekitar IKN menghadapi tantangan besar. Pertama, operasi penertiban terkendala oleh jarak tempuh dan biaya operasional, mengingat kantor Satpol PP berjarak 50 kilometer dari IKN. Kedua, prostitusi daring sulit dipantau karena sifatnya yang tersembunyi. Ketua Bidang Ketertiban Umum Satpol PP, Rakhmadi, meminta pemilik penginapan lebih selektif dalam menerima tamu untuk mencegah praktik ini.
Solusi jangka panjang memerlukan pendekatan holistik, seperti menyediakan lapangan kerja alternatif bagi para PSK, memperkuat pengawasan terhadap penginapan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Selain itu, pengembangan fasilitas hiburan yang legal dan program kesejahteraan bagi pekerja konstruksi dapat mengurangi permintaan akan jasa prostitusi. Kolaborasi antara Otorita IKN, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat menjadi kunci untuk menjaga citra IKN sebagai kota modern yang bebas dari penyakit sosial.
Kesimpulan: Banyaknya PSK di Sekitar IKN
Maraknya PSK di sekitar IKN mencerminkan tantangan sosial yang muncul seiring pembangunan besar-besaran di kawasan tersebut. Meskipun Satpol PP telah melakukan penertiban, pendekatan saat ini belum cukup untuk mengatasi akar masalah. Faktor ekonomi, kebutuhan biologis pekerja, dan lemahnya pengawasan menjadi pemicu utama. Untuk menjaga visi IKN sebagai kota peradaban baru, pemerintah perlu mengambil langkah konkret, seperti pengawasan yang lebih ketat, pemberdayaan ekonomi, dan penyediaan fasilitas sosial yang memadai. Tanpa solusi menyeluruh, fenomena ini berisiko mencoreng citra ibu kota baru Indonesia.