
Penyebab Jakarta Terendam Banjir. Jakarta kembali diterpa banjir pada 5-6 Juli 2025, dengan 51 Rukun Tetangga (RT) di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur terendam air setinggi 60 sentimeter hingga 3 meter. Luapan Kali Ciliwung, akibat hujan deras di Jakarta dan banjir kiriman dari Bogor, menjadi pemicu utama bencana ini. Banjir yang melanda ibu kota bukanlah hal baru, melainkan masalah berulang yang dipengaruhi kombinasi faktor alam, geografis, dan aktivitas manusia. Artikel ini mengulas penyebab utama banjir di Jakarta, mulai dari curah hujan ekstrem hingga tantangan struktural seperti penurunan tanah dan sistem drainase yang tidak memadai, serta upaya mitigasi yang dilakukan pemerintah. berita bola
Curah Hujan Ekstrem dan Banjir Kiriman
Hujan deras dengan intensitas di atas 200 milimeter per hari, seperti yang terjadi pada 5 Juli 2025, menjadi penyebab utama banjir di Jakarta. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa curah hujan tinggi di Jakarta dan daerah hulu seperti Bogor memicu kenaikan debit air di Bendung Katulampa hingga status Siaga 3 (Waspada). Air dari hulu, terutama Kali Ciliwung, mengalir ke Jakarta, menyebabkan luapan di wilayah seperti Cawang, Bidara Cina, dan Kampung Melayu. Banjir kiriman ini diperburuk oleh perubahan iklim global, yang meningkatkan frekuensi dan intensitas hujan ekstrem, membuat sistem drainase kota sering kali kewalahan.
Penurunan Tanah (Land Subsidence)
Jakarta, sebagai kota dataran rendah, menghadapi masalah penurunan tanah yang signifikan, dengan laju hingga 12–25 cm per tahun, terutama di wilayah pesisir utara. Penurunan ini disebabkan oleh eksploitasi air tanah berlebihan untuk kebutuhan rumah tangga dan industri, ditambah beban bangunan di permukaan. Sekitar 35% warga Jakarta masih bergantung pada air tanah, menyebabkan kapasitas penyimpanan air tanah menurun dan memperbesar risiko banjir. Proyeksi menunjukkan bahwa pada 2050, hingga 75% wilayah Jakarta Utara bisa berada di bawah permukaan laut, memperparah dampak banjir.
Sistem Drainase yang Tidak Memadai
Sistem drainase Jakarta dirancang untuk menampung curah hujan maksimal 120 mm per hari, jauh di bawah curah hujan ekstrem seperti 377 mm pada Januari 2020. Penyumbatan saluran air akibat sampah, pendangkalan sungai, dan kurangnya perawatan memperburuk situasi. Banyak saluran air tersumbat oleh limbah rumah tangga, terutama di wilayah padat penduduk seperti Jatinegara dan Pancoran. Meskipun pemerintah telah membangun banjir kanal dan pompa air, kapasitasnya sering kali tidak cukup untuk menangani volume air saat hujan lebat.
Perubahan Tutupan Lahan dan Urbanisasi
Pesatnya urbanisasi di Jakarta dan sekitarnya, seperti Bogor dan Bekasi, telah mengurangi ruang terbuka hijau (RTH) hingga hanya 9,8% dari luas kota pada 2019. Hutan dan lahan pertanian di hulu digantikan oleh permukiman dan hutan tanaman, mengurangi daya serap air alami. Di Jakarta, pembangunan masif telah menggantikan lahan resapan dengan beton, menyebabkan air hujan langsung mengalir ke saluran dan sungai tanpa terserap. Alih fungsi lahan di kawasan Puncak, Bogor, juga memicu banjir kiriman yang lebih besar ke Jakarta.
Faktor Geografis dan Sungai: Penyebab Jakarta Terendam Banjir
Jakarta dilalui 13 sungai, termasuk Kali Ciliwung, yang berhulu di Bogor dan bermuara di Teluk Jakarta. Letaknya di cekungan geografis membuat kota ini rentan terhadap banjir, baik dari hujan lokal maupun kiriman. Pemukiman padat di bantaran sungai, seperti di Kampung Melayu dan Bidara Cina, memperburuk dampak banjir karena menyempitkan alur air. Selain itu, banjir rob akibat pasang air laut juga mengancam wilayah pesisir seperti Penjaringan, terutama ketika hujan bersamaan dengan pasang tinggi.
Upaya Mitigasi dan Tantangan: Penyebab Jakarta Terendam Banjir
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengambil langkah untuk mengatasi banjir, termasuk normalisasi Kali Ciliwung di wilayah seperti Cawang dan Pengadegan, pengerukan lumpur, dan pengoperasian pompa air. Gubernur Pramono Anung, pada 6 Juli 2025, memerintahkan pengaturan pintu air dan pengerahan alat berat untuk mempercepat penanganan. Namun, tantangan seperti koordinasi lintas daerah, pendanaan, dan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan masih menjadi hambatan. Solusi berbasis alam, seperti biopori dan ruang terbuka hijau, juga mulai diimplementasikan, tetapi membutuhkan skala lebih besar untuk efektif.
Penutup: Penyebab Jakarta Terendam Banjir
Banjir di Jakarta pada Juli 2025, yang merendam 51 RT, adalah hasil dari kombinasi curah hujan ekstrem, banjir kiriman, penurunan tanah, drainase yang buruk, dan urbanisasi yang tidak terkendali. Meskipun pemerintah telah berupaya melalui infrastruktur seperti banjir kanal dan pompa air, masalah struktural seperti penurunan tanah dan hilangnya ruang resapan air tetap menjadi tantangan besar. Untuk masa depan, Jakarta membutuhkan solusi terpadu, termasuk pengelolaan lahan yang lebih baik, peningkatan drainase, dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan. Banjir ini menjadi pengingat bahwa ibu kota harus terus beradaptasi untuk menghadapi ancaman bencana yang kian kompleks akibat perubahan iklim dan pertumbuhan kota.