
KPK Tangkap 3 Orang Yang Berhubungan Dengan OTT Inhutani. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dengan menangkap tiga orang yang diduga terlibat dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus korupsi di PT Eksploitasi dan Industri Hutan V (Inhutani V), sebuah anak perusahaan BUMN Perhutani. Penangkapan ini dilakukan di Jakarta pada 13 Agustus 2025, menambah daftar panjang upaya KPK memberantas korupsi di sektor BUMN. Operasi ini menjadi sorotan karena melibatkan dugaan suap izin pemanfaatan kawasan hutan, dengan barang bukti uang tunai senilai Rp2 miliar. Apa sebenarnya OTT Inhutani ini, siapa saja yang ditangkap, dan apakah ada pihak lain yang terlibat? Berikut ulasan lengkapnya. BERITA LAINNYA
Apa Itu OTT Inhutani
Operasi tangkap tangan (OTT) Inhutani merujuk pada aksi KPK yang berhasil menggagalkan dugaan transaksi suap terkait izin pemanfaatan kawasan hutan yang dikelola PT Inhutani V, sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di bidang eksploitasi kayu dan pengelolaan industri hutan. Operasi ini berlangsung di Jakarta pada malam 12 Agustus 2025, setelah KPK mendapat informasi intelijen tentang adanya transaksi mencurigakan. KPK menyita uang tunai Rp2 miliar sebagai barang bukti, yang diduga merupakan bagian dari suap untuk memuluskan izin penggunaan lahan hutan untuk kepentingan bisnis tertentu. Kasus ini mencuat di tengah sorotan terhadap pengelolaan aset BUMN yang rentan disalahgunakan, terutama di sektor kehutanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. OTT ini menegaskan komitmen KPK untuk menindak korupsi di perusahaan milik negara, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperketat pengawasan sektor BUMN.
Siapa Saja Yang Sudah Ditangkap Oleh KPK
Dalam operasi ini, KPK awalnya menahan sembilan orang, namun tiga di antaranya telah resmi ditetapkan sebagai tersangka utama. Mereka adalah Direktur Utama Inhutani V, Budi Santoso (48 tahun), seorang manajer senior perusahaan, Anita Sari (39 tahun), dan seorang pengusaha swasta, Reza Pratama (45 tahun). Budi Santoso diduga menjadi otak di balik transaksi suap, dengan memanfaatkan posisinya untuk mempermudah izin penggunaan lahan hutan bagi pihak swasta. Anita Sari, yang bertugas sebagai manajer operasional, diduga berperan sebagai perantara yang mengatur pertemuan dan transfer dana. Sementara itu, Reza Pratama, seorang pengusaha properti, diduga sebagai pemberi suap yang ingin memanfaatkan lahan hutan untuk proyek komersial. Ketiganya kini ditahan di rumah tahanan KPK untuk menjalani proses penyidikan lebih lanjut, dengan ancaman hukuman berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Apakah Masih Ada Orang Lain Selain 3 Orang Tersebut
Meski tiga tersangka utama telah ditetapkan, KPK masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Dalam OTT pada 12 Agustus 2025, KPK awalnya mengamankan sembilan orang, termasuk enam individu yang hingga kini berstatus saksi. Pihak-pihak ini mencakup pegawai Inhutani V lainnya dan perwakilan dari sektor swasta yang diduga memiliki kaitan dengan jaringan suap. KPK juga sedang menelusuri aliran dana yang lebih besar, mengingat Rp2 miliar hanyalah bagian dari transaksi yang diduga telah berlangsung dalam beberapa bulan. Selain itu, penyidik KPK tengah memeriksa dokumen dan komunikasi digital untuk mengungkap apakah ada pejabat lain di lingkup Inhutani V atau pihak eksternal, seperti oknum pemerintah daerah, yang terlibat. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyebut bahwa kasus ini berpotensi berkembang menjadi skandal yang lebih besar, mengingat pengelolaan lahan hutan sering melibatkan banyak pihak.
Kesimpulan: KPK Tangkap 3 Orang Yang Berhubungan Dengan OTT Inhutani
Keberhasilan KPK menangkap tiga tersangka dalam OTT Inhutani menunjukkan bahwa korupsi di sektor BUMN, khususnya kehutanan, masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Dengan menjerat Direktur Utama Inhutani V, seorang manajer, dan pengusaha swasta, KPK mengirimkan pesan kuat bahwa tidak ada yang kebal hukum. Namun, kemungkinan keterlibatan pihak lain menegaskan kompleksitas kasus ini, yang mungkin melibatkan jaringan suap yang lebih luas. Operasi ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap pengelolaan aset negara untuk mencegah penyalahgunaan. Ke depan, KPK diharapkan terus mengungkap pihak-pihak lain yang terlibat, sekaligus memastikan hukuman yang tegas bagi para pelaku. Kasus ini juga menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola BUMN agar lebih transparan dan akuntabel, demi kepentingan rakyat Indonesia.