Ketua Kongkers Peru Menjadi Presiden. Peru kembali diguncang gejolak politik yang familiar, tapi kali ini dengan twist yang lebih dramatis. Pada dini hari 10 Oktober 2025, Ketua Kongres José Jerí resmi disumpah sebagai presiden sementara setelah anggota parlemen memvoting secara bulat untuk menggulingkan Presiden Dina Boluarte. Langkah ini dipicu oleh gelombang kriminalitas yang melanda negeri Inca, di mana kekerasan geng membuat warga was-was dan pemerintah pusat kehilangan kepercayaan. Jerí, yang sebelumnya memimpin Kongres sejak Juli 2025, langsung berjanji “perang total melawan kejahatan” dalam pidato perdananya, menandai era baru di tengah krisis yang sudah menewaskan puluhan ribu jiwa sejak 2021. Bagi Peru yang haus stabilitas, pengangkatan Jerí ini seperti angin segar, meski banyak yang khawatir ini cuma babak sementara dari drama presidensial yang tak ada habisnya. Dengan pemilu presiden dijadwalkan dalam 90 hari, dunia mata ke Lima untuk lihat apakah sang ketua kongres ini bisa redam api yang membara. BERITA TERKINI
Latar Belakang Krisis yang Memicu Penggantian: Ketua Kongkers Peru Menjadi Presiden
Krisis di Peru tak datang tiba-tiba. Sejak Dina Boluarte naik tahta pada Desember 2022 setelah Presiden Pedro Castillo ditangkap usai upaya kudeta, negara ini bergulat dengan instabilitas kronis. Boluarte, yang awalnya wakil presiden, mewarisi pemerintahan yang sudah retak oleh protes massal dan korupsi endemik. Tapi puncaknya adalah ledakan kriminalitas: geng-geng seperti Tren de Aragua dari Venezuela merajalela, dengan kasus pembunuhan naik 50 persen tahun ini saja. Pada September 2025, penembakan di konser musik di Lima yang tewaskan 12 orang jadi pemicu akhir, memaksa Kongres bertindak. Anggota parlemen, yang mayoritas dari partai oposisi, menuding Boluarte gagal tangani keamanan nasional, dengan suara bulat 130-0 untuk impeachment pada 9 Oktober malam.
Jerí, seorang pengacara berusia 48 tahun dari partai Alianza para el Progreso, naik jadi ketua kongres hanya tiga bulan lalu. Latar belakangnya di politik lokal Cusco membuatnya dikenal sebagai figur moderat yang dekat dengan isu pedesaan. Pengangkatan ini sesuai konstitusi Peru: tanpa wakil presiden, ketua kongres otomatis gantikan posisi eksekutif. Ini bukan pertama kalinya; sejarah Peru penuh presiden sementara dari kongres, seperti Martín Vizcarra pada 2018. Tapi kali ini, konteksnya lebih mendesak: ekonomi Peru menyusut 2 persen tahun ini akibat kekerasan yang hantam pariwisata dan pertambangan, dua pilar utama negara.
Janji Jerí dan Strategi Awal Pemerintahannya: Ketua Kongkers Peru Menjadi Presiden
Dalam sumpah jabatannya di Palacio de Gobierno pagi 10 Oktober, Jerí tak buang waktu. “Kita harus deklarasikan perang melawan kejahatan, bukan cuma kata-kata tapi aksi nyata,” katanya, sambil janji reformasi polisi dan kerjasama dengan militer untuk bersihkan geng di wilayah utara. Strategi awalnya fokus tiga pilar: tingkatkan anggaran keamanan sebesar 20 persen, bentuk satuan tugas anti-narkoba lintas lembaga, dan dialog nasional dengan gubernur daerah untuk atasi akar kemiskinan yang picu rekrutmen geng. Jerí juga umumkan moratorium ekspor tembaga sementara untuk alokasikan dana ke program sosial, langkah berani yang langsung dapat dukungan dari serikat buruh.
Sebagai presiden sementara, Jerí punya wewenang terbatas tapi krusial: ia bisa ajukan undang-undang darurat untuk percepat penangkapan bos geng, seperti yang dilakukan Boluarte tapi gagal implementasi. Dukungannya di kongres kuat, dengan koalisi partai kanan yang mayoritas, bikin ia punya peluang lewati RUU cepat. Tapi tantangan besar: Boluarte, yang kini mundur dengan hormat, tinggalkan warisan protes anti-korupsi yang masih membara di jalanan Andina. Jerí, yang pernah kritik Boluarte atas “ketidakefektifan”, kini harus buktikan dirinya beda—bukan sekadar politikus kongres tapi pemimpin eksekutif yang bisa satukan bangsa.
Reaksi Publik dan Tantangan Jangka Pendek
Reaksi publik campur aduk. Di Lima, ribuan warga keluar rayakan impeachment Boluarte dengan kembang api dan spanduk “Akhirnya!”, tapi di Cusco, pendukung Jerí sudah gelar karpet merah sambut “pemimpin baru”. Media sosial penuh meme soal “presiden kongres” yang janji perang, dengan hashtag #JeriPorPeru trending di X. Tapi skeptis juga banyak: aktivis hak asasi bilang Jerí terlalu dekat dengan elite tambang, yang dituduh biayai geng untuk lindungi operasi ilegal. Organisasi seperti Amnesty International ingatkan agar reformasi keamanan jangan langgar hak sipil, mengingat ribuan penangkapan sewenang-wenang di era Boluarte.
Tantangan jangka pendek: stabilkan ekonomi dengan negosiasi cepat dengan IMF untuk pinjaman darurat, dan tangani pemilu presiden yang harus digelar sebelum Januari 2026. Jerí juga hadapi tekanan internasional; AS dan UE sudah beri selamat tapi minta transparansi, sementara Venezuela tuduh ini “kudeta parlementer” yang destabilkan kawasan. Di dalam negeri, militer yang loyal ke Boluarte kini uji kesetiaan ke Jerí, sementara protes petani di selatan bisa meledak jika reformasi lambat. Meski begitu, survei awal tunjuk 55 persen warga dukung Jerí, angka tinggi untuk pemimpin sementara di Peru yang biasa polarisasi.
Kesimpulan
Pengangkatan José Jerí sebagai presiden sementara Peru pada 10 Oktober 2025 jadi titik balik di tengah badai kriminalitas dan instabilitas politik yang sudah lima tahun ini. Dari latar krisis Boluarte hingga janji perang melawan kejahatan, Jerí bawa harapan baru tapi juga beban berat untuk satukan negara yang terpecah. Reaksi publik yang antusias dicampur kekhawatiran, tapi jelas satu hal: Peru butuh aksi cepat, bukan lagi kata-kata. Dengan pemilu di depan mata, masa jabatan singkat Jerí bisa jadi katalisator perubahan atau cuma jeda sementara sebelum drama berikutnya. Bagi rakyat Peru yang lelah, ini saatnya lihat apakah ketua kongres ini benar-benar pemimpin yang bisa bawa kedamaian—atau sekadar aktor baru di panggung politik yang tak pernah tenang.