21 Jenazah Diduga Korban Banjir di Sungai Padang Pariaman. Sabtu, 29 November 2025, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, kembali berduka saat tim gabungan menemukan 21 jenazah di aliran Sungai Batang Anai. Jenazah-jenazah itu diduga korban banjir bandang atau galodo yang melanda Jembatan Kembar di Kota Padang Panjang pada Kamis (27/11). Bencana ini, dipicu hujan deras berjam-jam, tak hanya hanyutkan material hutan tapi juga nyawa warga yang sedang melintas. Hingga Jumat malam, pencarian berlanjut di kawasan 2×11 Kayu Tanam, Lubuk Alung, dan Batang Anai—dengan 19 jenazah dari Kayu Tanam saja. Total korban jiwa di Sumbar capai 21 orang, ribuan terdampak, dan kerugian Rp9 miliar. Gubernur Muzakir Manaf tetapkan status darurat hingga 11 Desember, sementara warga Padang Pariaman berjuang selamatkan apa yang tersisa dari lumpur dan puing. INFO TOGEL
Kronologi Bencana yang Mengguncang: 21 Jenazah Diduga Korban Banjir di Sungai Padang Pariaman
Banjir bandang datang tiba-tiba Kamis siang, saat curah hujan 200 mm/hari bikin Sungai Batang Anai meluap. Galodo—campuran lumpur, kayu, dan bebatuan—menyapu Jembatan Kembar, gerbang utama Padang ke Padang Panjang. Jalan nasional tertimbun, kendaraan hanyut, dan warga yang sedang pulang kerja atau sekolah tak sempat lari. Hingga Jumat malam, 21 jenazah ditemukan mengambang di sungai—kebanyakan tersangkut pohon tumbang atau tumpukan gelondongan. Kapolres Padang Pariaman AKBP Ahmad Faisol Amir bilang, pencarian siang Jumat temukan 11 jenazah lagi, bikin total 21. Identitas mayoritas warga lokal, tapi visum di RS Bhayangkara Padang konfirmasi 18 di antaranya dari berbagai kecamatan. Banjir ini bagian dari 15 kabupaten terdampak di Sumbar, tapi Pidie Jaya dan Padang Pariaman paling parah.
Upaya Pencarian dan Evakuasi yang Melelahkan: 21 Jenazah Diduga Korban Banjir di Sungai Padang Pariaman
Tim gabungan—Polri, TNI, BPBD, dan warga—tak henti beroperasi meski medan berlumpur. Sabtu pagi, pencarian lanjut di hilir sungai, dengan perahu karet dan drone bantu deteksi. Wakil Bupati Padang Pariaman Hasan Basri puji relawan: “Mereka jalan kaki dua jam lewati lumpur setinggi lutut.” Hingga kini, 3.208 orang mengungsi di masjid dan balai desa, sementara 10.437 terdampak langsung. Alat berat baru tiba Jumat malam untuk angkut puing, tapi banjir susulan ancam. RS Bhayangkara Padang tangani 18 jenazah untuk identifikasi—3 sudah diserahkan ke keluarga. Tantangannya: akses terputus dan risiko longsor, bikin evakuasi molor. BPBD Sumbar catat, lebih dari 30 rumah hanyut di Jembatan Kembar, plus ratusan sekolah rusak.
Dampak Luas dan Respons Pemerintah
Bencana ini tak cuma ambil nyawa, tapi lumpuhkan ekonomi lokal. Kerugian Rp9 miliar dari rusaknya infrastruktur, sawah, dan usaha kecil—termasuk 3.503 rumah terendam di Padang Pariaman. Ribuan jiwa terdampak di 16 kabupaten, termasuk Agam, Solok, dan Tanah Datar. Gubernur Muzakir umumkan bantuan Rp50 juta per keluarga korban, plus relokasi sementara untuk 500 warga. Pusat krisis dihimpun Polres Pidie Jaya, dengan patroli malam cegah pencurian. BKSDA Aceh dan Dinas LH selidiki penebangan liar sebagai pemicu—kayu hanyut curiga dari hutan lindung. Warga Meureudu, yang temukan jenazah pertama, khawatir penyakit dari bangkai: “Kami butuh disinfeksi cepat.” Respons nasional: BNPB kirim tim tambahan, tapi tantangan cuaca bikin distribusi logistik sulit.
Kesimpulan
Penemuan 21 jenazah di Sungai Batang Anai jadi pilu abadi bagi Padang Pariaman—bencana galodo Kamis lalu tak hanya hanyutkan nyawa, tapi juga harapan warga di tengah musim hujan ekstrem. Dari kronologi mendadak hingga evakuasi melelahkan, ini alarm perubahan iklim yang tak bisa diabaikan. Pemerintah Sumbar harus percepat bantuan dan selidiki akar masalah seperti deforestasi, sementara tim SAR lanjut cari yang hilang. Di balik lumpur dan air mata, semangat warga Aceh bangkit lagi—tapi kita semua harus belajar: lindungi hutan, bangun infrastruktur tangguh, agar tragedi seperti ini tak terulang. Korban ini tak sia-sia jika jadi pelajaran berharga.