AS Gelar Operasi di Amerika Latin Buru Teroris Narkoba. Pada 14 November 2025, Amerika Serikat resmi meluncurkan Operasi Southern Spear, kampanye militer besar-besaran di wilayah Karibia dan Amerika Latin untuk memburu jaringan kartel narkoba yang kini dikategorikan sebagai organisasi teroris. Di bawah arahan Presiden Donald Trump, operasi ini melibatkan kapal induk USS Gerald R. Ford beserta 60 pesawat tempur, armada robotik laut dan udara, serta serangan langsung terhadap perahu pengangkut narkoba. Langkah ini datang hanya sepekan setelah pemerintahan Trump nyatakan “konflik bersenjata” resmi dengan kartel-kartel tersebut, menargetkan rute utama kokain dari Venezuela ke AS. Bukan sekadar patroli rutin; ini jadi pernyataan keras bahwa Washington tak lagi main-main dengan ancaman yang sudah bunuh ratusan ribu orang akibat overdosis di tanah airnya. Di tengah ketegangan regional, operasi ini picu gelombang reaksi, dari dukungan di Bogota hingga kemarahan di Caracas. MAKNA LAGU
Latar Belakang Ancaman Kartel dan Keputusan Trump: AS Gelar Operasi di Amerika Latin Buru Teroris Narkoba
Kartel narkoba di Amerika Latin sudah lama jadi duri dalam daging keamanan AS, tapi era Trump ubah segalanya. Sejak Januari 2025, pemerintahan baru tetapkan enam kartel utama—termasuk Sinaloa dan Jalisco New Generation dari Meksiko, plus kelompok Venezuela yang diduga dikendalikan rezim Maduro—sebagai entitas teroris. Alasan utama: kekerasan ekstrem mereka mirip kelompok seperti Al-Qaida, dengan taktik bom, penyanderaan, dan serangan terhadap pasukan keamanan negara tetangga. Tahun ini saja, kartel-kartel itu kirim lebih dari 100 ton kokain ke AS, kontribusi utama dari 110 ribu kematian overdosis opioid dan stimulan.
Trump, yang kampanye dengan janji “hancurkan kartel seperti musuh asing”, langsung gerak cepat. Memo Departemen Kehakiman yang dirilis 13 November beri dasar hukum untuk serangan bersenjata, termasuk pembenaran bagi operasi CIA di wilayah musuh. Ini beda dari pendekatan Biden yang lebih bergantung diplomasi dan bantuan ekonomi. Operasi Southern Spear, yang direncanakan sejak musim panas, jadi puncaknya: gabungkan intelijen dari DEA dan militer AS untuk identifikasi target. Pete Hegseth, Menteri Pertahanan baru, pimpin koordinasi, sebut ini “perang preventif” untuk cegah aliran fentanyl yang sudah sebabkan krisis nasional. Latar belakangnya jelas: Venezuela, di bawah Maduro yang dituduh lindungi kartel, jadi pusat operasi, dengan rute Karibia yang jadi koridor utama pengiriman.
Detail Operasi dan Hasil Awal: AS Gelar Operasi di Amerika Latin Buru Teroris Narkoba
Operasi Southern Spear mulai efektif sejak 11 November, saat USS Gerald R. Ford tiba di perairan Karibia timur. Kapal induk itu bawa skuadron F-35 dan drone pengintai yang langsung deteksi enam perahu kecepatan tinggi milik kartel di lepas pantai Venezuela. Dua perahu ditenggelamkan dalam serangan presisi, bunuh tiga kurir dan sita 2,5 ton kokain senilai 150 juta dolar. Armada robotik—campuran kapal tanpa awak dan drone bawah air—perluas jangkauan, patroli 500 mil persegi tanpa risiko prajurit AS. Serangan lanjutan pada 12 November target gudang penyimpanan di pulau kecil dekat Aruba, hancurkan fasilitas yang diduga simpan senjata dan bahan peledak.
Tim gabungan AS-Kolombia, yang gabung sejak awal, beri dukungan darat: pasukan khusus Kolombia razia dua lab kokain di perbatasan, tangkap 15 anggota kartel dan sita 500 kilo prekursor kimia. Hasil awal impresif: estimasi kurangi 10 persen aliran narkoba mingguan ke Florida. Trump, dalam pidato singkat dari Gedung Putih, sebut ini “kemenangan pertama dari banyak”. Namun, operasi ini tak luput kontroversi: satu drone hilang saat bentrokan dengan patroli Venezuela, picu tuduhan pelanggaran wilayah udara. Meski begitu, efisiensi robotik minimalkan korban sampingan, fokus utama pada target kartel yang sudah sebabkan kekerasan di Kolombia dan Meksiko.
Reaksi Regional dan Tantangan ke Depan
Reaksi di Amerika Latin campur aduk. Kolombia dan Brasil beri dukungan terbuka, dengan Presiden Gustavo Petro sebut operasi ini “langkah berani” untuk bersihkan wilayahnya dari kekerasan kartel. Meksiko, meski ragu, setuju bagi intelijen karena kartel Sinaloa operasi lintas batas. Tapi Venezuela marah besar: Maduro sebut ini “agresi imperialis” dan ancam balas dengan blokade Selat Monagas, meski militer mereka lemah. Cuba dan Nikaragua ikut protes, sebut AS langgar kedaulatan. Di AS, Demokrat kritik operasi sebagai “perang tanpa akhir”, khawatir eskalasi jadi konflik regional.
Tantangan utama: kartel adaptasi cepat, pindah rute ke Pasifik atau gunakan terowongan bawah tanah. Trump rencanakan perluas operasi ke Meksiko dengan basis operasi khusus, mirip drone strikes di Timur Tengah. Secara ekonomi, ini dorong aliansi baru: AS janji bantuan 500 juta dolar untuk program anti-narkoba di negara mitra. Bagi warga Latin, operasi ini janji aman, tapi juga risiko: kekosongan kekuasaan kartel bisa picu perang geng lebih ganas. Analis prediksi, jika sukses, ini kurangi 20 persen impor narkoba tahun depan—tapi kegagalan bisa sebabkan krisis migran baru.
Kesimpulan
Operasi Southern Spear jadi babak baru dalam perang AS melawan teroris narkoba di Amerika Latin, dengan Trump tunjukkan tekad kuat lewat kapal induk dan teknologi canggih. Hasil awal—penenggelaman perahu dan razia lab—buktikan efektivitasnya, meski reaksi regional tambah kompleksitas. Bagi Washington, ini soal selamatkan nyawa dari krisis opioid; bagi Latin, peluang bersihkan racun kartel tapi juga ancaman instabilitas. Ke depan, operasi ini butuh keseimbangan: kekuatan militer ditambah diplomasi untuk hindari perang panjang. Di tengah dinamika global yang tegang, langkah AS ini ingatkan bahwa ancaman narkoba tak kenal batas—dan responsnya harus sama gigihnya. Pengamat tunggu langkah selanjutnya, yakin ini baru permulaan dari kampanye yang bisa ubah peta keamanan kawasan.