Drone Rusia Menewaskan 2 Jurnalis Ukraina. Konflik yang berkepanjangan di Ukraina kembali menorehkan luka baru, kali ini menyasar profesi yang seharusnya netral: jurnalisme. Pada 23 Oktober 2025, serangan drone Rusia di kota Kramatorsk, wilayah Donetsk, menewaskan dua jurnalis Ukraina yang sedang meliput dampak perang di garis depan timur. Olena Hubanova, reporter berpengalaman, dan Yevhen Karmazin, kameraman setianya, tewas seketika akibat ledakan drone Lancet buatan Rusia. Insiden ini bukan hanya kehilangan dua nyawa, tapi juga pukulan bagi upaya dokumentasi kebenaran di tengah kekacauan perang. Saat dunia masih bergulat dengan implikasi serangan drone yang semakin canggih, peristiwa ini mengingatkan betapa rapuhnya garis antara pelaporan dan bahaya langsung. Pemerintah Ukraina menyebutnya sebagai “serangan sengaja terhadap kebebasan pers,” sementara Rusia belum memberikan tanggapan resmi. Di balik angka korban, kisah ini membuka diskusi lebih luas tentang perlindungan wartawan di zona konflik. REVIEW FILM
Detail Insiden di Kramatorsk: Drone Rusia Menewaskan 2 Jurnalis Ukraina
Serangan terjadi sekitar pukul 14.00 waktu setempat, ketika tim jurnalistik itu berada di pusat kota Kramatorsk untuk merekam kerusakan akibat tembakan artileri sebelumnya. Drone Lancet, yang dikenal karena kemampuannya menyerang target presisi dengan jangkauan hingga 40 kilometer, mendadak muncul dan meledak tepat di lokasi syuting. Ledakan itu merobek bangunan sekitar, termasuk sebuah kafe kecil yang menjadi titik fokus liputan. Saksi mata melaporkan suara mendengung khas drone sebelum dentuman keras mengguncang udara, meninggalkan puing-puing dan asap tebal. Tim darurat tiba dalam hitungan menit, tapi upaya penyelamatan sia-sia—kedua korban meninggal di tempat akibat luka parah di kepala dan dada.
Kramatorsk, kota strategis dekat garis depan, sudah lama menjadi sasaran rutin serangan Rusia sejak invasi penuh dimulai pada 2022. Insiden ini menambah daftar panjang korban sipil, dengan data menunjukkan lebih dari 500 warga tewas di wilayah itu tahun ini saja. Drone seperti Lancet sering digunakan karena sulit dideteksi radar konvensional, membuat pertahanan udara Ukraina kesulitanmerespons. Pejabat militer Ukraina menyatakan bahwa serangan ini kemungkinan didasarkan pada intelijen real-time, mungkin dari pengintaian drone lain yang memantau pergerakan sipil. Meski begitu, tidak ada indikasi bahwa tim jurnalistik menjadi target utama; mereka hanya berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. Penyelidikan awal oleh otoritas setempat kini berlangsung, dengan forensik mengumpulkan serpihan drone untuk bukti lebih lanjut.
Kontribusi Korban dan Dampak pada Kebebasan Pers: Drone Rusia Menewaskan 2 Jurnalis Ukraina
Olena Hubanova, 38 tahun, adalah sosok yang dikenal di kalangan media Ukraina sebagai peliput perang yang tak kenal takut. Sejak 2022, ia telah memproduksi ratusan laporan dari garis depan, termasuk wawancara dengan tentara dan warga yang terdampak. Bekerja untuk saluran televisi nasional, Hubanova sering menyoroti kisah manusia di balik statistik perang, seperti keluarga yang kehilangan rumah atau anak-anak yang trauma. Rekannya, Yevhen Karmazin, 42 tahun, adalah kameraman veteran dengan pengalaman lebih dari 15 tahun. Ia dikenal karena kemampuannya menangkap gambar mentah yang menyentuh hati, bahkan di bawah tekanan tembakan. Pasangan ini telah berkolaborasi selama tiga tahun, menghasilkan seri dokumenter yang memenangkan penghargaan lokal atas keberaniannya.
Kematian mereka menambah beban berat pada profesi jurnalisme Ukraina, di mana lebih dari 15 wartawan tewas sejak invasi dimulai. Organisasi pelindung pers internasional mencatat peningkatan 30 persen insiden serangan terhadap media di zona konflik tahun ini. Di Ukraina, tim liputan kini harus mengandalkan protokol keamanan ketat, seperti rombongan berlapis dan peralatan pelacak drone, tapi itu tak selalu cukup. Kolega Hubanova dan Karmazin menyatakan duka mendalam melalui pernyataan bersama, menyebut mereka sebagai “suara yang tak tergantikan.” Insiden ini juga memicu kekhawatiran tentang sensor diri di kalangan reporter: apakah liputan garis depan masih layak risikonya? Bagi keluarga korban, yang tinggal di Kyiv, dukungan komunitas media mulai mengalir, termasuk dana bantuan untuk pemakaman dan pendidikan anak-anak mereka.
Respons Internasional dan Implikasi Lebih Luas
Reaksi cepat datang dari berbagai pihak. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut serangan itu sebagai “kejahatan perang yang disengaja,” menyerukan investigasi independen oleh badan PBB. Uni Eropa dan Amerika Serikat menyatakan solidaritas, dengan pernyataan bersama yang mengecam Rusia atas pelanggaran konvensi Jenewa terkait perlindungan sipil. Sementara itu, Rusia melalui kementerian luar negeri membantah keterlibatan, mengklaim serangan itu “respon terhadap ancaman militer Ukraina.” Namun, bukti video dari saksi menunjukkan lintasan drone dari wilayah yang dikuasai Rusia, memperkuat tuduhan Kyiv.
Di tingkat global, insiden ini memperburuk narasi tentang eskalasi drone dalam perang modern. Lancet, yang diproduksi massal, telah bertanggung jawab atas ratusan korban sipil sejak 2023, menurut laporan militer Barat. Hal ini mendorong diskusi di forum internasional tentang regulasi senjata otonom, dengan beberapa negara menyerukan moratorium sementara. Bagi Ukraina, kehilangan jurnalis seperti ini tak hanya melemahkan narasi domestik, tapi juga memengaruhi opini publik global. Komunitas media kini menekan agar akses liputan ditingkatkan, sambil menuntut sanksi lebih ketat terhadap aktor yang menargetkan pers. Di sisi lain, ini jadi pengingat bagi Rusia bahwa serangan semacam ini justru merusak legitimasi klaimnya di panggung dunia.
Kesimpulan
Tragedi di Kramatorsk ini lebih dari sekadar berita pagi; ia adalah pengingat menyakitkan bahwa perang tak pandang bulu, bahkan terhadap mereka yang berusaha menceritakannya. Kematian Olena Hubanova dan Yevhen Karmazin meninggalkan kekosongan yang sulit diisi, tapi warisan mereka—gambar dan cerita yang tak terlupakan—akan terus bergema. Bagi Ukraina, tantangan ke depan adalah memperkuat perlindungan wartawan tanpa mengorbankan kebebasan informasi. Di arena internasional, ini bisa jadi katalisator untuk langkah konkret melawan impunitas dalam konflik. Semoga kisah ini bukan akhir, melainkan panggilan untuk aksi yang lebih tegas, agar suara kebenaran tak lagi dibungkam ledakan. Saat fajar menyingsing di Donetsk, harapan tetap ada: bahwa keberanian seperti milik Hubanova dan Karmazin akan menginspirasi generasi berikutnya untuk terus melapor, meski di tengah badai.