Mantan Bos Intel Korsel Ditangkap Karena Darurat Militer. Pada 12 November 2025, gelombang guncangan kembali melanda Korea Selatan setelah Woo Do-hwan, mantan direktur National Intelligence Service (NIS), resmi ditangkap atas tuduhan keterlibatannya dalam upaya penerapan darurat militer pada Desember 2023. Penangkapan ini, yang dilakukan oleh jaksa khusus di Seoul, jadi puncak dari penyelidikan panjang yang sudah berlangsung hampir dua tahun. Woo, yang menjabat sebagai bos intelijen negara itu sejak 2022 hingga 2024, disebut berperan kunci dalam merancang skenario darurat yang sempat dideklarasikan oleh mantan presiden Yoon Suk-yeol sebelum dibatalkan dalam hitungan jam. Kasus ini tak cuma soal satu orang—ini soroti retaknya demokrasi Korea Selatan di tengah polarisasi politik yang makin dalam. Dengan sidang pertama dijadwalkan minggu depan, pertanyaan besar muncul: apakah ini akhir dari era Yoon, atau awal dari perubahan sistemik? Mari kita bedah kronologi dan implikasinya. REVIEW KOMIK
Kronologi Penangkapan Woo Do-hwan: Mantan Bos Intel Korsel Ditangkap Karena Darurat Militer
Penangkapan Woo Do-hwan terjadi dini hari kemarin di apartemennya di distrik Gangnam, Seoul, setelah surat perintah resmi dikeluarkan oleh pengadilan tinggi. Jaksa khusus menuduhnya melanggar undang-undang keamanan nasional dan konspirasi pemberontakan, dengan bukti utama berupa rekaman komunikasi dan dokumen internal NIS yang bocor bulan lalu. Woo, yang mundur dari jabatannya pada Maret 2024 di tengah tekanan politik, disebut jadi arsitek di balik rencana darurat militer yang Yoon deklarasikan pada 3 Desember 2023—langkah ekstrem untuk hadapi protes oposisi yang membesar.
Kronologi kasus ini panjang. Awalnya, darurat militer Yoon cuma bertahan enam jam sebelum parlemen batalkan, tapi itu sudah cukup picu demo massal dan tuntutan pemakzulan. Woo, sebagai kepala NIS, diduga koordinasi dengan militer untuk siapkan pasukan khusus dan blokir akses media. Penyelidikan dimulai Januari 2024, tapi baru mencapai puncak setelah kesaksian mantan menteri pertahanan pada Oktober lalu yang sebut Woo “otak di balik skenario itu.” Saat ditangkap, Woo bilang ke wartawan, “Saya lakukan tugas saya untuk lindungi negara,” tapi jaksa yakin ada motif politik untuk selamatkan Yoon dari impeachment. Penangkapan ini jadi yang ketiga dari kalangan elite Yoon—sebelumnya, dua jenderal militer sudah ditahan—dan langsung bikin saham indeks KOSPI turun 2 persen pagi ini.
Dampak Politik dan Hukum di Korea Selatan: Mantan Bos Intel Korsel Ditangkap Karena Darurat Militer
Kasus Woo Do-hwan langsung gelarkan guncangan politik yang luas. Di parlemen, partai oposisi Demokrat langsung tuntut percepatan sidang Yoon, yang masih jadi tersangka utama dalam penyelidikan terpisah. Penangkapan ini soroti retak di kalangan konservatif: pendukung Yoon bilang ini “pembalasan politik,” sementara analis lihat sebagai bukti korupsi sistemik di NIS yang sudah lama dicurigai campur aduk urusan domestik. Presiden sementara Han Duck-soo, yang ambil alih sejak Yoon dicopot Agustus lalu, segera konfirmasi penangkapan tapi tekankan “proses hukum adil.”
Dari sisi hukum, tuduhan terhadap Woo berat: kalau terbukti, dia hadapi hukuman seumur hidup atau mati, meski praktiknya jarang dieksekusi. Jaksa khusus, dibentuk khusus untuk kasus darurat, punya bukti kuat dari 500 halaman dokumen yang bocor, termasuk email Woo ke Yoon soal “siapkan skenario darurat untuk stabilkan situasi.” Ini juga buka pintu penyelidikan lebih luas ke jaringan intelijen, yang selama ini dituduh mata-matai oposisi. Dampaknya langsung: demonstrasi di Seoul malam ini tarik ribuan orang, campur sorak dan protes, sementara rating dukungan pemerintah turun ke 28 persen menurut poll terbaru.
Respons Internasional dan Implikasi Regional
Penangkapan Woo Do-hwan tak luput dari mata dunia. AS, sekutu utama Korea Selatan, langsung keluarkan pernyataan dari Kementerian Luar Negeri: “Kami dukung proses hukum transparan dan hormati demokrasi Korea.” Ini kontras dengan kekhawatiran awal 2024 saat darurat Yoon picu ketakutan destabilisasi Semenanjung Korea. China dan Rusia, yang sering kritik Yoon soal aliansi AS, sebut ini “pembersihan internal” tapi diam-diam senang lihat Korea Selatan goyah. Jepang, tetangga dekat, tawarkan mediasi melalui forum trilateral, khawatir dampak ke rantai pasok teknologi.
Implikasi regionalnya besar: Korea Selatan, sebagai pusat intelijen Asia Timur, kalau NIS terguncang, bisa lemahkan monitoring ancaman dari Utara. ASEAN, termasuk Indonesia, pantau ketat karena stabilitas Korea pengaruh perdagangan global—ekspor Korea ke Asia Tenggara capai 100 miliar dolar tahun lalu. Penangkapan ini juga ingatkan soal risiko darurat militer di demokrasi muda: Thailand dan Myanmar punya sejarah serupa, dan analis bilang Korea bisa jadi pelajaran. Secara keseluruhan, ini perkuat narasi reformasi intelijen, tapi juga risiko polarisasi lebih dalam kalau sidang Woo jadi ajang politik.
Kesimpulan
Penangkapan Woo Do-hwan pada 12 November 2025 jadi gema keras di Korea Selatan, soroti luka darurat militer 2023 yang masih menganga. Dari kronologi bukti kuat hingga dampak politik yang berguncang, kasus ini bukan cuma soal satu orang—ini ujian demokrasi nasional di tengah respons internasional yang hati-hati. Dengan sidang pertama minggu depan, Korea Selatan berdiri di persimpangan: reformasi atau retak lebih dalam. Bagi Yoon dan pendukungnya, ini pukulan telak; bagi oposisi, peluang emas. Yang pasti, peristiwa ini ingatkan: kekuasaan tanpa check and balance bisa hancurkan fondasi negara. Pekan depan, mata dunia tertuju Seoul—apakah keadilan menang, atau politik yang berkuasa lagi?