
Massa Demo BEM SI di DPR Bubar. Jakarta kembali diramaikan oleh aksi unjuk rasa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di depan Gedung DPR/MPR pada Kamis, 21 Agustus 2025. Bertajuk “Indonesia Sold Out,” demonstrasi ini menyedot perhatian publik sebelum akhirnya massa membubarkan diri pada pukul 18.30 WIB. Sementara Arsenal menghadapi tantangan dengan cedera Kai Havertz dan adaptasi Viktor Gyokeres yang belum nyetel, aksi mahasiswa ini menyoroti isu krusial terkait kebijakan nasional. Apa sebenarnya tuntutan mereka, mengapa demo ini bubar, dan bagaimana respons masyarakat? Berikut ulasan lengkapnya. BERITA LAINNYA
Demo Ini Tentang Apa
Aksi BEM SI pada 21 Agustus 2025 mengusung tema “Indonesia Sold Out,” mencerminkan kekhawatiran mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Massa yang terdiri dari ratusan mahasiswa dari berbagai universitas, termasuk UI, UPN, dan lainnya, menuntut transparansi dalam pengelolaan sumber daya nasional dan penghentian proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang dianggap merugikan masyarakat. Mereka juga memprotes dugaan intervensi politik dalam proses elektoral, termasuk upaya mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Pilkada. Spanduk besar bertuliskan “Indonesia Sold Out” dan bendera Merah Putih menjadi simbol perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai “pengkhianatan terhadap rakyat.” Selain itu, aksi ini juga menyoroti kenaikan harga kebutuhan pokok, yang kian membebani masyarakat kecil. Orasi dari mobil komando menggema dengan kritik tajam terhadap elit politik, menuntut DPR dan pemerintah lebih responsif terhadap aspirasi rakyat.
Kenapa Demo Ini Bisa Bubar
Demonstrasi yang dimulai sekitar pukul 16.00 WIB di depan Gedung DPR/MPR berlangsung dengan pengamanan ketat dari 1.145 personel gabungan TNI-Polri. Aksi sempat memanas dengan cekcok antara massa dan aparat, ditambah aksi pelemparan botol dan pembakaran spanduk di pagar DPR. Namun, situasi tetap terkendali tanpa kericuhan besar, berkat pendekatan humanis polisi yang tidak menggunakan senjata api. Massa akhirnya membubarkan diri pada pukul 18.30 WIB setelah perwakilan DPR, termasuk Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, menemui mereka dan menerima aspirasi. Kesepakatan untuk menindaklanjuti beberapa tuntutan, termasuk evaluasi kebijakan PSN, menjadi pemicu utama pembubaran. Selain itu, polisi juga mengimbau massa untuk tertib, dan petugas PPSU segera membersihkan sampah di lokasi, memastikan Jalan Gatot Subroto kembali normal pada pukul 18.40 WIB. Koordinator BEM SI Kerakyatan, Satria Naufal Putra Ansar, menyatakan aksi ini akan dilanjutkan jika tuntutan tidak dipenuhi dalam waktu dekat, menunjukkan pembubaran dilakukan secara strategis untuk menjaga momentum perjuangan.
Tanggapan Masyarakat Tentang Demo Ini
Aksi BEM SI menuai beragam respons dari masyarakat. Di media sosial, banyak warganet memuji keberanian mahasiswa menyuarakan isu krusial seperti ketimpangan ekonomi dan dugaan manipulasi politik. “Mahasiswa lagi-lagi jadi suara rakyat, salut buat BEM SI!” tulis salah satu akun. Dukungan juga datang dari kalangan buruh dan petani, yang merasa isu PSN dan kenaikan harga kebutuhan pokok relevan dengan perjuangan mereka. Namun, sebagian masyarakat mengkritik pendekatan demonstrasi yang dianggap mengganggu lalu lintas, terutama di Jalan Gatot Subroto yang sempat tersendat. Pengendara di sekitar Senayan mengeluh akibat kemacetan, dengan beberapa menyatakan bahwa aksi seharusnya lebih terkoordinasi untuk meminimalkan dampak. Meski begitu, kehadiran spanduk “Indonesia Sold Out” dan bendera unik seperti One Piece menarik perhatian netizen, yang melihatnya sebagai kreativitas mahasiswa dalam menyampaikan pesan. Secara keseluruhan, aksi ini dipandang sebagai pengingat bahwa mahasiswa tetap menjadi agen perubahan, meski beberapa pihak meminta pendekatan yang lebih dialogis dengan DPR.
Kesimpulan: Massa Demo BEM SI di DPR Bubar
Demonstrasi BEM SI di depan Gedung DPR pada 21 Agustus 2025 menegaskan peran mahasiswa sebagai penyambung aspirasi rakyat, dengan tuntutan yang menyoroti isu PSN, ketimpangan ekonomi, dan dugaan intervensi politik. Meski sempat memanas, aksi ini berakhir tertib setelah DPR menerima aspirasi, memungkinkan massa bubar dengan damai dan lalu lintas kembali normal. Sementara Arsenal berjuang dengan cedera Havertz dan adaptasi Gyokeres, BEM SI menunjukkan bahwa semangat perjuangan mahasiswa tetap menyala di tengah tantangan nasional. Respons masyarakat yang beragam, dari dukungan hingga kritik, mencerminkan kompleksitas isu yang diangkat. Dengan ancaman aksi lanjutan jika tuntutan tidak dipenuhi, BEM SI membuktikan bahwa mereka tidak hanya bersuara, tetapi juga mengawal perubahan. Keberhasilan aksi ini bergantung pada tindak lanjut DPR, sementara masyarakat diharapkan terus mendukung perjuangan mahasiswa demi Indonesia yang lebih adil.