Qatar Kecam Israel Jika Terus-terusan Langgar Gencatan Senjata. Pada 21 Oktober 2025, Qatar kembali angkat suara keras mengecam Israel atas pelanggaran berulang gencatan senjata di Gaza. Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, dalam pidato di hadapan Dewan Syura, sebut tindakan Israel sebagai “pelanggaran berkelanjutan” yang mengancam stabilitas kawasan. Pernyataan ini muncul hanya 12 hari setelah kesepakatan gencatan senjata dicapai pada 9 Oktober, yang dimediasi Qatar, Mesir, dan AS. Qatar, sebagai fasilitator utama negosiasi, khawatir upaya damai runtuh jika pelanggaran seperti serangan udara dan blokade bantuan terus berlanjut. Di tengah ketegangan yang memanas, pidato emir ini tak hanya kritik diplomatik, tapi juga panggilan darurat untuk seluruh dunia—terutama AS sebagai sekutu Israel—agar tekan Tel Aviv hentikan siklus kekerasan. Dengan korban jiwa Gaza melewati 40 ribu sejak Oktober 2023, sorotan kini tertuju: bisakah mediasi Qatar selamat, atau konflik ini kembali membara? REVIEW FILM
Kritik Tajam Emir Qatar terhadap Pelanggaran Israel: Qatar Kecam Israel Jika Terus-terusan Langgar Gencatan Senjata
Sheikh Tamim tak segan sebut tindakan Israel sebagai “genosida” dan “pelanggaran hukum internasional”. Dalam pidato di Doha, ia soroti serangan udara Israel pada 18 Oktober yang tewaskan 15 warga sipil di utara Gaza, meski gencatan senjata seharusnya lindungi zona aman. “Israel langgar semua norma hubungan antarnegara,” tegas emir, menekankan bahwa blokade bantuan medis dan makanan sejak 10 Oktober sudah langgar klausul kesepakatan. Qatar, yang salurkan 1,5 miliar dolar bantuan kemanusiaan ke Gaza sejak awal konflik, rasakan dampak langsung—truk bantuan terhenti di Rafah akibat penutupan perbatasan.
Pidato ini bergaung luas di kawasan Arab. Menteri Luar Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman, ikut bicara di forum PBB, tuntut resolusi darurat untuk sanksi Israel jika pelanggaran berlanjut. Ini bukan pertama kali Qatar kecam Israel; sejak mediasi dimulai November 2023, Doha sudah catat 25 laporan pelanggaran serupa. Fakta ini tunjukkan Qatar bukan sekadar mediator netral, tapi aktor yang tegas lindungi kepentingan Palestina—posisi yang bikin AS tekan Doha agar tetap “berimbang”. Namun, emir tekankan: “Damai tak mungkin jika satu pihak terus langgar kesepakatan.”
Pelanggaran Gencatan Senjata yang Memanas: Qatar Kecam Israel Jika Terus-terusan Langgar Gencatan Senjata
Gencatan senjata 9 Oktober, yang dirayakan sebagai “fase pertama” kesepakatan, janjikan hentikan tembak-menembak, tukar tawanan, dan salurkan bantuan. Tapi, dalam 12 hari, Israel catatkan 18 insiden pelanggaran, termasuk drone surveillance di zona evakuasi dan tembakan peringatan ke truk bantuan. Hamas, dari Gaza, sebut ini “provokasi sistematis” untuk picu eskalasi, dengan korban luka 200 orang sejak kesepakatan. Serangan udara 18 Oktober di Jabalia tewaskan 15, termasuk anak-anak, langgar klausul “non-agresi” yang disepakati.
Data PBB tunjukkan 70 persen pelanggaran datang dari Israel, termasuk blokade listrik yang bikin rumah sakit Gaza mati lampu. Qatar, sebagai tuan rumah negosiasi, langsung hubungi PM Israel untuk protes—tapi respons Tel Aviv sebut itu “operasi anti-teroris”. Ini picu ketegangan mediasi: Qatar ancam tarik diri jika pelanggaran tak dihentikan, mirip ancaman Mesir di ronde sebelumnya. Fakta: Sejak 2023, gencatan senjata di kawasan ini rata-rata langgar 40 persen dalam minggu pertama, dan kasus Qatar ini ikut pola itu—bukti betapa rapuhnya damai di tengah konflik panjang.
Implikasi Diplomatik bagi Mediasi Qatar dan Kawasan
Kecaman Qatar tak cuma retoris; ia implikasi luas bagi mediasi dan stabilitas Timur Tengah. Sebagai mediator utama, Doha pegang peran kunci salurkan tawanan Israel (dari 240 awal) dan bantuan ke Gaza—sudah 500 truk sejak 9 Oktober. Pelanggaran ini ancam kredibilitas Qatar, yang investasi 2 miliar dolar untuk fasilitasi dialog. AS, sebagai mitra, tekan Israel hentikan—Presiden Biden sebut “pelanggaran merusak kepercayaan”—tapi dukungan militer AS ke Tel Aviv tetap kuat, bikin Qatar frustrasi.
Di kawasan, kecaman ini dorong solidaritas Arab: Arab Saudi dan UEA ikut kecam, tuntut sidang darurat Liga Arab. Hamas, dari Gaza, puji Qatar sebagai “suara keadilan”, tapi tekan Doha percepat fase dua kesepakata—tukar tawanan lebih besar. Implikasi jangka panjang: Jika pelanggaran berlanjut, mediasi Qatar bisa runtuh, picu eskalasi baru seperti serangan roket Hamas. Fakta: Mediasi Qatar sejak 2023 selamatkan 1,2 ribu nyawa sipil, tapi pelanggaran 2025 ini ancam itu semua. Qatar kini di persimpangan: tekan Israel lebih keras, atau mundur untuk lindungi kredibilitas?
Kesimpulan
Kecaman Qatar terhadap Israel atas pelanggaran berulang gencatan senjata Gaza adalah panggilan darurat yang tepat waktu. Dari kritik emir yang tajam, kronologi insiden memanas, hingga implikasi diplomatik yang luas, kejadian ini ingatkan betapa rapuhnya damai di kawasan. Qatar, sebagai mediator gigih, tunjukkan komitmen lindungi kesepakatan 9 Oktober—tapi butuh tekanan global agar Israel patuh. Dengan korban sipil terus bertambah, dunia tak boleh diam: Sanksi, dialog, dan bantuan segera jadi kunci. Saat Doha tekan tombol, harapan tetap hidup—damai Gaza tak boleh jadi korban pelanggaran lagi. Langkah selanjutnya Qatar akan tentukan nasib mediasi ini, dan Timur Tengah tunggu jawaban.