
Rusia: Tak Ada Pilihan Selain Balas Ukraina. Ketegangan perang antara Rusia dan Ukraina memanas kembali di akhir September 2025, dengan Kremlin secara tegas menyatakan tak ada pilihan lain selain membalas serangan-serangan Kyiv yang semakin berani menjangkau wilayah Rusia. Pernyataan ini keluar dari mulut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada 24 September, di tengah eskalasi serangan drone Ukraina terhadap infrastruktur minyak Rusia yang krusial. “Kami tak punya alternatif selain melanjutkan operasi untuk melindungi kepentingan kami,” tegas Peskov, merespons serangan terbaru yang merusak kilang minyak di Saratov dan Samara. Insiden ini bukan sekadar balasan militer, tapi juga sinyal politik: Rusia menolak tekanan dari AS di bawah Presiden Donald Trump, yang baru saja membalik sikapnya dengan mendukung Ukraina penuh setelah pertemuan dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy di Sidang Umum PBB. Trump bahkan menyebut Rusia sebagai “macan kertas” dengan ekonomi yang goyah, provokasi yang langsung dibalas Peskov dengan bilang Rusia lebih mirip “beruang”. Perang yang sudah memasuki tahun ketiga ini kini berisiko meluas, dengan NATO waspada akan potensi pelanggaran wilayah udara Eropa, seperti insiden drone Rusia yang sempat masuk Polandia. Masyarakat internasional khawatir, eskalasi ini bisa memicu krisis energi global lebih dalam, mengingat serangan Ukraina sudah memukul 20% kapasitas rafinasi Rusia. BERITA BASKET
Kapan Ukraina Menyerang Rusia: Rusia: Tak Ada Pilihan Selain Balas Ukraina
Serangan Ukraina terhadap Rusia mencapai puncaknya sepanjang September 2025, sebagai bagian dari kampanye sistematis untuk melemahkan kemampuan militer dan ekonomi Moskow. Yang paling mencolok terjadi pada 20 September, ketika drone-drone Ukraina menghantam kilang minyak Saratov untuk kedua kalinya dalam seminggu, memicu kebakaran besar dan mengganggu pasokan bahan bakar bagi pasukan Rusia di front. Serangan ini diikuti pukulan ke kilang Samara, yang merusak infrastruktur transportasi utama dan menewaskan empat orang, menurut Gubernur Vyacheslav Fedorishchev. Sebelumnya, pada 12 September, Kyiv melancarkan salah satu serangan drone terbesar dalam bulan itu, menargetkan terminal minyak terbesar Rusia di Laut Baltik dekat St. Petersburg, menyebabkan penutupan sementara Bandara Pulkovo dan ledakan yang terlihat dari kejauhan. Pada 14 September, pasukan Ukraina menyerang kilang Kinef, yang merupakan yang terbesar kedua di Rusia, sebagai upaya “sistematis” untuk memutus aliran pendapatan perang Moskow, klaim Staf Umum Ukraina. Selain itu, pada 22 September, intelijen militer Ukraina (HUR) mengklaim sukses menghancurkan dua pesawat amfibi Be-12 Chayka Rusia di Krimea yang diduduki, plus serangan ke depo amunisi dan sistem pertahanan udara S-400. Serangan-serangan ini, yang sering melibatkan ratusan drone sekaligus, menunjukkan kemampuan Kyiv untuk menjangkau ribuan kilometer ke dalam Rusia, memanfaatkan bantuan Barat seperti rudal ATACMS buatan AS.
Serangan Berupa Apa yang Dibalas Rusia ke Ukraina
Rusia membalas dengan serangan drone dan rudal berskala besar pada 21 September 2025, yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar sejak invasi dimulai. Lebih dari 600 drone dan rudal—termasuk 579 drone Shahed, delapan rudal balistik, dan 32 rudal jelajah—diluncurkan ke sembilan wilayah Ukraina, dari Kyiv hingga Kharkiv dan Odesa. Serangan ini menewaskan setidaknya tiga orang, melukai puluhan, dan merusak infrastruktur sipil serta militer, termasuk gedung apartemen di Dnipro yang ditabrak rudal berisi klaster. Presiden Zelenskyy menyebutnya sebagai “strategi teror” Rusia untuk menghancurkan infrastruktur dan menakuti warga sipil. Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim serangan ini menargetkan kompleks militer-industri Ukraina yang memproduksi rudal Sapsan dan drone, sebagai respons langsung terhadap “tindakan teroris” Kyiv. Ukraina berhasil menembak jatuh 552 drone dan 31 rudal, tapi dampaknya tetap parah: pemadaman listrik di wilayah barat seperti Ternopil, dan kerusakan pada jalur kereta api. Ini bukan serangan pertama; Rusia telah melancarkan lebih dari 11.000 rudal sejak September 2022, dengan 83% dicegat, tapi volume September ini menunjukkan pola eskalasi untuk membalas pukulan ekonomi Ukraina terhadap sektor minyak Rusia, yang menyumbang sebagian besar pendapatan perang.
Bagaimana Kondisi Masing-masing Dari Kedua Negara Tersebut
Perang telah menggerogoti kedua negara secara fisik dan ekonomi, dengan korban jiwa mencapai satu juta gabungan pada September 2025, menurut estimasi Wall Street Journal. Rusia menderita paling berat di medan perang: sekitar 250.000 tentara tewas sejak Februari 2022, dengan total korban lebih dari 950.000, termasuk 299.210 sejak Januari 2025 saja, kata Komandan Ukraina Oleksandr Syrskyi. Kemajuan Rusia lambat—hanya 50 meter per hari di Kharkiv—dengan biaya tinggi: 68 korban per kilometer persegi yang direbut. Ekonomi Rusia melambat setelah pertumbuhan awal; inflasi membandel, defisit anggaran 1,7% PDB, dan rubel melemah 2% sejak invasi. Sanksi Barat memukul ekspor minyak, meski Rusia masih impor barang senilai $24,5 miliar dari AS hingga pertengahan 2025. Ukraina tak kalah tragis: 77.403 tentara tewas dan 77.842 hilang per 9 September, plus 12.100 warga sipil tewas hingga Oktober 2024. Lebih dari 5,7 juta pengungsi dan 3,7 juta pengungsi internal membebani sumber daya. Ekonomi hancur dengan defisit 20,4% PDB, hryvnia anjlok, dan 80% kapasitas termal hilang akibat serangan Rusia. Tapi semangat Kyiv tetap tinggi, didukung NATO senilai €1 miliar untuk non-lethal aid, meski populasi menyusut dan korban sipil melonjak 232 tewas di Juni 2025 saja. Kedua pihak kelelahan, tapi Rusia unggul di front timur dengan kendali 19% wilayah Ukraina.
Kesimpulan: Rusia: Tak Ada Pilihan Selain Balas Ukraina
Pernyataan Rusia bahwa tak ada pilihan selain balas Ukraina mencerminkan kebuntuan perang yang sudah merenggut jutaan nyawa dan menghancurkan ekonomi dua negara. Serangan September ini, dari drone Kyiv ke kilang minyak hingga balasan rudal Moskow, hanya memperburuk siklus kekerasan tanpa pemenang jelas. Trump mungkin ingin akhiri perang cepat, tapi Putin tolak damai tanpa Ukraina tunduk, sementara Zelenskyy teguh pertahankan kedaulatan. Tanpa intervensi diplomatik kuat dari PBB atau NATO, eskalasi bisa tarik Eropa lebih dalam, picu krisis energi global, dan tingkatkan korban sipil. Saat musim dingin tiba, Ukraina butuh listrik dan dukungan, sementara Rusia hadapi sanksi baru seperti penurunan cap harga minyak ke $47,60 per barel. Harapannya, dialog—bukan drone—jadi jalan keluar, agar generasi mendatang tak bayar harga perang ini lagi.