
Menko Yusril Menyiapkan Revisi UU Pemilu. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan, Yusril Ihza Mahendra, tengah menjadi sorotan karena kabar bahwa ia sedang mempersiapkan revisi Undang-Undang Pemilu. Langkah ini muncul di tengah dinamika politik Indonesia yang kian kompleks, terutama setelah aksi unjuk rasa besar-besaran di Jakarta pada Agustus 2025 terkait isu pemilu. Revisi ini dianggap penting untuk memperbaiki sistem pemilu yang lebih transparan dan adil, sekaligus menjawab keresahan masyarakat. Artikel ini akan mengulas profil Yusril, poin-poin yang ingin direvisikan dalam UU Pemilu, serta tanggapan masyarakat Indonesia terhadap rencana tersebut. BERITA BOLA
Siapakah Menko Yusril
Yusril Ihza Mahendra, lahir pada 5 Februari 1956 di Belitung, adalah tokoh hukum dan politik terkemuka di Indonesia. Ia dikenal sebagai ahli hukum tata negara dan pendiri Partai Bulan Bintang (PBB). Yusril memiliki pengalaman panjang di pemerintahan, pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM (1999-2001) serta Menteri Sekretaris Negara (2004-2007). Pada 2025, ia menjabat sebagai Menko Hukum, HAM, dan Keamanan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Yusril dikenal karena keahliannya dalam merumuskan kebijakan hukum yang kompleks, dengan pendekatan yang mengutamakan stabilitas dan kepatuhan terhadap konstitusi. Reputasinya sebagai akademisi dan praktisi hukum membuatnya dipercaya untuk menangani isu-isu sensitif seperti revisi UU Pemilu. Dengan pengalaman politiknya yang luas, Yusril dianggap mampu menjembatani kepentingan berbagai pihak dalam proses revisi ini.
Apa Yang Ingin Dia Revisikan Terkait Dengan UU Pemilu
Revisi UU Pemilu yang dipersiapkan Yusril bertujuan untuk memperbaiki sejumlah aspek yang dianggap bermasalah dalam pelaksanaan pemilu sebelumnya. Salah satu fokus utama adalah memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu, termasuk pengelolaan dana kampanye dan verifikasi kandidat. Yusril dikabarkan ingin menyempurnakan aturan terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), yang menjadi kontroversi dalam Pemilu 2024. Aturan ini dianggap membatasi partisipasi partai kecil dan calon independen, sehingga perlu disesuaikan untuk menciptakan kompetisi yang lebih inklusif.
Selain itu, revisi ini juga mencakup optimalisasi teknologi dalam pemilu, seperti penggunaan sistem elektronik untuk penghitungan suara guna mengurangi potensi kecurangan. Yusril juga mengusulkan penguatan sanksi bagi pelaku pelanggaran pemilu, termasuk manipulasi suara atau penyalahgunaan wewenang. Isu lain yang menjadi perhatian adalah penyesuaian jadwal pemilu serentak untuk mengurangi beban logistik dan memastikan partisipasi pemilih yang lebih tinggi. Rencana ini muncul sebagai respons terhadap keluhan tentang kompleksitas penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah secara bersamaan.
Bagaimana Tanggapan Masyarakat atau Warga Indonesia Atas Revisi Ini
Tanggapan masyarakat terhadap rencana revisi UU Pemilu ini beragam. Sebagian warga menyambut baik upaya Yusril, terutama mereka yang merasa sistem pemilu saat ini belum sepenuhnya adil. Kelompok masyarakat sipil, seperti organisasi pemantau pemilu, mendukung revisi yang menekankan transparansi dan penguatan teknologi, karena dianggap dapat meminimalkan kecurangan seperti yang terjadi di pemilu sebelumnya. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa revisi ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, terutama terkait ambang batas yang dapat memengaruhi peluang partai kecil.
Aktivis mahasiswa, yang aktif dalam unjuk rasa Agustus 2025, menyatakan bahwa revisi harus melibatkan partisipasi publik secara luas untuk menghindari kesan bahwa aturan baru hanya menguntungkan elite politik. Di media sosial, banyak warga menyuarakan harapan agar revisi ini memperhatikan aspirasi pemilih muda dan daerah terpencil, yang sering terkendala akses dalam pemilu. Sementara itu, partai politik kecil cenderung mendukung penyesuaian ambang batas, tetapi partai besar tampak lebih berhati-hati, khawatir revisi bisa mengubah dinamika kekuatan politik. Secara umum, masyarakat mengharapkan proses revisi yang terbuka dan tidak terburu-buru, agar hasilnya benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat.
Kesimpulan: Menko Yusril Menyiapkan Revisi UU Pemilu
Rencana revisi UU Pemilu yang dipimpin Menko Yusril Ihza Mahendra menjadi langkah penting untuk menyempurnakan sistem demokrasi Indonesia. Dengan fokus pada transparansi, teknologi, dan inklusivitas, Yusril berupaya menjawab tantangan dari pemilu sebelumnya sambil merespons aspirasi masyarakat. Meski mendapat dukungan dari banyak pihak, revisi ini juga menuai skeptisisme, terutama terkait potensi kepentingan politik di baliknya. Tanggapan masyarakat yang beragam menunjukkan bahwa proses ini harus dilakukan secara transparan dan melibatkan publik agar hasilnya diterima luas. Jika dilakukan dengan baik, revisi UU Pemilu bisa menjadi fondasi untuk pemilu yang lebih adil dan demokratis di masa depan, memperkuat kepercayaan rakyat terhadap sistem demokrasi Indonesia.